“Di tengah kebun teh yang kini basah dan sunyi, dua tubuh yang liar tadi menyatu kembali—kali ini bukan karena gairah, tapi karena cinta yang tumbuh dari lumpur, dari basah, dan dari keberanian untuk tidak lagi pura-pura.”
(Dari Bab 12)
***
Kepindahan dari hiruk pikuk Jakarta ke sebuah vila terpencil di Puncak adalah sebuah keharusan—dalih pemulihan untuk suaminya, Aditya, yang lumpuh setelah kecelakaan. Namun, di balik udara sejuk dan pemandangan indah yang dijanjikan, Kirana justru menemukan penjara yang lebih dingin. Jauh dari kesibukan yang bisa mengalihkan pikirannya, ia kini terkurung bersama kenyataan pahit: sebuah pernikahan tanpa sentuhan, dengan tubuh yang menjerit dalam diam, merindukan kehangatan yang tak kunjung datang.
Semuanya berubah saat matanya menangkap sosok Asep, tukang kebun di vilanya. Lelaki itu bukanlah pria dari dunianya; ia adalah perwujudan dari tanah, keringat, dan kenyataan. Di balik kausnya yang lusuh, Kirana melihat otot-otot yang terbentuk oleh kerja keras, bukan oleh gym. Setiap ayunan kapak dan angkatan beban adalah tarian maskulin yang membangkitkan sesuatu yang liar di dalam dirinya. Pandangan sekilas pada punggungnya yang basah dan lengannya yang kokoh sudah cukup untuk menyalakan kembali bara di rahimnya.
Fantasi liar mulai membakar pikiran Kirana. Bara yang semula padam kini menyala setiap kali ia melihat Asep. Namun, di antara mereka terbentang dinding tak kasat mata: perbedaan status sosial yang mustahil untuk dilewati. Ia adalah nyonya dari rumah atas, sementara Asep adalah lelaki dari kebun bawah. Hasrat ini adalah dosa, sebuah pengkhianatan terhadap dunianya yang teratur. Tapi, bagaimana ia bisa memadamkan api yang terlanjur berkobar saat tubuhnya sendiri menjerit meminta untuk dibakar?
Di tengah kabut yang menjadi saksi bisu, sebuah sentuhan curian dan ciuman terlarang akhirnya terjadi. Setiap pertemuan rahasia di balik gudang kayu atau di tengah kebun teh menjadi candu yang berbahaya. Bagi Kirana, sentuhan kasar Asep bukan lagi sekadar pelampiasan nafsu, melainkan penyelamatan bagi jiwanya yang hampir mati. Ia rela menukar kehormatannya demi merasakan kembali bagaimana rasanya menjadi perempuan yang diinginkan seutuhnya.
Namun, saat bara itu telah menjadi api yang melahap segalanya, siapa yang akan terbakar hingga menjadi abu? Akankah cinta terlarang ini menjadi jalan Kirana menuju kebebasan yang ia dambakan, atau justru neraka yang akan menghancurkan dunianya yang rapuh hingga tak bersisa?