Malam demi malam, apartemen kecil itu menjadi panggung bagi tarian berbahaya. Nayla merasakan panas di bawah kulitnya setiap kali Gian mendekat, napasnya yang hangat seperti janji yang tak pernah diucapkan. Dia tahu dia seharusnya menjaga jarak, tapi tubuhnya berkhianat, menari mengikuti irama yang tak bisa dia tolak. Gian, dengan senyumnya yang menipu dan mata yang menyimpan badai, seolah menantangnya untuk melanggar aturan. Satu langkah salah, satu sentuhan yang terlalu lama, bisa mengubah segalanya. Bisakah mereka menahan diri, atau akankah topeng itu akhirnya jatuh?
Di antara tawa dan obrolan ringan, ada detik-detik ketika dunia mereka terhenti—ketika jarak di antara mereka terasa terlalu dekat, ketika napas mereka bercampur dalam keheningan. Momen-momen itu seperti nyala api yang menyala dalam gelap, membakar pertanyaan yang tak berani mereka ajukan: apa yang mereka cari di balik pelukan yang terlalu erat, di balik tatapan yang terlalu dalam? Nayla ingin percaya ini hanya permainan sesaat, tapi setiap sentuhan Gian meninggalkan jejak yang tak bisa dia hapus. Ketika garis itu akhirnya dilintasi, apakah mereka akan menemukan kebenaran, atau hanya bayang-bayang hasrat?
Bayang-bayang dunia luar mulai merangsek, membawa desakan yang tak bisa Nayla abaikan. Suara keluarganya bergema, menuntutnya untuk memilih jalan yang telah mereka rancang—a jalan yang tidak melibatkan Gian. Di tengah malam yang penuh bisikan dan sentuhan, Nayla merasa dirinya terpecah: antara kewajiban yang menariknya ke satu arah, dan panas yang memanggilnya kembali ke pelukan Gian. Dia ingin berlama-lama dalam kabut ini, tapi waktu terus berjalan, dan pilihan itu semakin dekat. Akankah dia menyerah pada takdir yang ditentukan, atau mengejar api yang membakar hatinya?
Di ujung kisah mereka, Nayla dan Gian berdiri di ambang yang rapuh, terikat oleh kenangan yang terlalu kuat untuk dilupakan. Mereka memilih kata-kata yang aman, kata-kata yang menyembunyikan apa yang benar-benar mereka rasakan, tapi di baliknya, ada getaran yang tak pernah padam. Setiap pandangan, setiap detik ketika jari mereka hampir bersentuhan, adalah pengingat akan malam-malam ketika dunia hanya milik mereka berdua. Persahabatan mereka kini hanyalah topeng, tapi di baliknya, ada gairah yang menolak untuk diam. Apakah mereka akan selamanya terjebak dalam tarian ini, atau akankah satu hari topeng itu benar-benar terlepas?
Contents:
Hidup Seatap dengan Gian—1
Sentuhan yang Berbeda—11
Susahnya Menahan Hasrat—23
Tidak Bisa Lagi Menahan Diri —35
Saling Membayangkan untuk Pelepas Hasrat—47
Tak ada Yang Mampu Menahan Diri untuk Itu—61
Batas Yang Hilang—79
Nay Tak Ingin Terikat—93
Pengakuan Nayla—107
Harapan Nayla setelah Nikah—121