Di puncak menara kaca Jakarta, Anggi memerintah sebagai penguasa tak tergoyahkan, seorang CEO yang wajahnya menghiasi majalah bisnis, namun menyimpan dunia gelap di balik pintu apartemen mewahnya. Koleksi mobil sport di garasinya dan gaun sutra yang membalut lekuk tubuhnya berbisik tentang kekayaan yang tak terhitung, tapi matanya—tajam, penuh rahasia—bercerita tentang sesuatu yang jauh lebih berbahaya. Setiap langkahnya di ruang rapat seakan mengikat hati para eksekutif, tapi di malam hari, dia menenun jaring hasrat yang membuat siapa pun rela merangkak demi satu sentuhan. Apakah ini hanya permainan seorang ratu, atau ada luka yang disembunyikan di balik takhta emasnya?
Dika, pemuda sederhana yang tersandung ke dalam orbit Anggi, tak pernah siap untuk badai yang menyapunya. Pertemuan pertama di bawah lampu kristal ballroom mewah miliknya terasa seperti undangan menuju surga sekaligus neraka. Sentuhan Anggi—halus, dingin, seperti sutra yang membelai namun mengikat—membuat darahnya berdesir, menyeretnya ke dunia di mana perintah adalah hukum dan kepasrahan adalah harga. Di balik senyumnya yang penuh kuasa, Anggi menawarkan lebih dari sekadar kenikmatan; dia menjanjikan rahasia yang bisa menghancurkan atau membebaskan. Tapi, bisakah Dika bertahan di bawah bayang-bayang wanita yang mengendalikan segalanya, dari ruang direksi hingga detak jantungnya?
Red Room, tersembunyi di sudut penthouse megah Anggi, adalah kuil tempat dia memahat hasrat menjadi seni. Dinding-dinding merah menyala itu menyimpan aroma kemewahan—parfum langka, kulit halus, dan bisikan kepasrahan. Di sana, alat-alat yang dirancang untuk menggoda dan menyiksa berbaris rapi, seakan menanti perintah dari tangan yang terbiasa menandatangani kontrak miliaran. Setiap gerakan Anggi di ruangan itu adalah tarian yang terukur, mengundang sekaligus menghukum, membuat korbannya lupa dunia di luar pintu. Tapi, apa yang mendorong seorang wanita dengan segalanya untuk menciptakan dunia ini, dan apa yang dia cari dari Dika di tengah permainan yang begitu memabukkan?
Kontrak yang Anggi sodorkan bukan sekadar kertas, melainkan belenggu tak kasat mata yang mengikat jiwa. Di apartemennya yang bertabur kristal Swarovski dan pemandangan kota yang terbentang di bawah, Dika dipaksa menghadapi bayang-bayang dirinya sendiri—keinginan yang dia tak pernah akui, keraguan yang dia coba sembunyikan. Setiap bisikan Anggi, setiap sentuhan yang sengaja terlalu lembut, adalah undangan untuk menyerah pada gairah yang tak pernah surut. Namun, di balik fasad CEO yang tak tertandingi, ada celah kecil—luka masa lalu yang membuatnya begitu kejam sekaligus memikat. Akankah Dika menjadi kunci untuk membuka rahasia itu, atau hanya pion dalam permainan yang lebih besar?
Di setiap akhir pertemuan, ketika lampu-lampu kota memantul di jendela kaca raksasa, Dika ditinggalkan dengan jantung yang masih berdegup kencang dan pertanyaan yang tak terjawab. Anggi, dengan kekayaannya yang membingkai setiap gerakan, seakan menari di ambang antara kekuasaan dan kerapuhan. Gairah yang dia nyalakan dalam diri Dika tak pernah redup, melainkan membakar lebih panas, menyeretnya kembali ke pelukannya meski harga yang harus dibayar mungkin adalah hatinya sendiri. Di dunia di mana Anggi adalah ratu, apakah Dika akan menemukan jalan untuk melawan, atau justru menyerah sepenuhnya pada dominasi yang begitu menggoda ini?
Contents:
Pertemuan Tak Terduga—1
Jemputan Mewah—13
Dunia yang Tak Kukenal—27
Tawaran yang Tak Masuk Akal—43
Di Ambang Hasrat—59
Red Room Jakarta—77
Gairah dan Batasan—107
Rahasia dan Luka—119
Tunjukkan Siapa Kamu—131
Pergi, Karena Cinta—141