Awal ketertinggalan ekonomi pribumi suku bangsa Dayak-Melayu dari etnis Cina-Indonesia, ialah diambilalihnya komoditi 9 (sembilan) bahan pokok keperluan sehari-hari oleh etnis Cina-Indonesia. Pada dasarnya, komoditi tersebut adalah hak dan kewajiban pribumi suku bangsa Dayak-Melayu untuk memperdagangkannya sepanjang masa. Kondisi yang sama juga berlaku bagi etnis Cina-Indonesia. Tetapi, bukan terdapat atau berlaku di Indonesia, melainkan terdapat dan berlaku di negeri Cina Daratan. Sedangkan di Indonesia, etnis Cina-Indonesia hanya turut mendapat bagian berdasarkan asas, bahwa “We are the great family of men and we are all created by God”. Jadi tidak hanya dimensi persamaan status, tetapi juga perbedaan predikat yang harus ditaati secara rasional dan metarasional.
Penyelesaian masalah kontradiksi/antagonis sikap dan perilaku antara etnis Indonesia dengan etnis Cina-Indonesia, hanya bisa ditempuh melalui jalur primordialisme-integralistik yang faktor-faktornya adalah Amalgamasi Biologis, asimilasi sosial-budaya, adaptasi sosial dan ekonomi bersama antara kedua belah pihak.
Meski menggunakan hasil amatan empiris dan studi pada tahun 1997, namun penulis berhasil menganalisis sejumlah isu strategis relasi etnis Dayak dan Melayu dengan etnis Cina-Indonesia. Penjelajahan intelektualnya melacak jejak, memetakan tipe sikap, politik dan strategi, dan perilaku pengusaha etnis Cina-Indonesia.