ukum Internasional sebagai bagian penting dalam proses interaksi
dan hubungan antar negara. Alasannya, bahwa Hukum Internasional
menjadi instrumen tunggal untuk mendapatkan kepatuhan dari subyek
hukum internasional. Pemenuhan kebutuhan dari masing-masing
subyek hukum internasional (khususnya negara), mengharuskan adanya
hubungan dan interaksi. Disadari atau tidak, sehebat apapun sebuah
negara didunia ini, tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhan dalam
negerinya secara mandiri dan mengabaikan hubungan atau kerjasama
dengan negara lain. Hukum bukanlah suatu yang netral. Hukum
dapat berpihak. Hukum terkadang berpihak pada mereka yang kuat
secara finansial. Namun pada masa tertentu hukum dapat berpihak
pada mereka yang memiliki mayoritas suara. Ketidaknetralan hukum
dikarenakan hukum adalah buatan manusia. Hukum internasional
tidak lepas dari karakteristik diatas. Hukum internasional yang dapat
terdiri dari perjanjian internasional, hukum kebiasaan internasional dan
prinsip-prinsip hukum umum bukan merupakan suatu yang netral.
Hukum internasional yang dikenal saat ini tidak bisa tidak
dikatakan sangat Eropa sentris, kalau tidak dapat dikatakan berpihak
pada masyarakat Eropa atau mereka yang memiliki tradisi Eropa.
Hukum internasional tidak secara sempurna mewakili aspirasi dari
seluruh masyarakat dunia. Ke-Eropa sentrisan dari hukum internasional
terjadi karena pada awalnya hukum internasional modern muncul
untuk menyelesaikan berbagai masalah antar negara yang ada di
Eropa. Ketika itu hukum internasional merupakan suatu kebutuhan
bagi negara-negara yang baru saja berdaulat di Eropa pasca Perjanjian
Westphalia.
Pada awalnya hukum internasional modern tidak dimaksudkan
untuk mengakomodasikan seluruh masyarakat di seluruh dunia. Bahkan
diluar masyarakat Eropa, berbagai masyarakat tersebut tidak dianggap
ada eksistensinya. Kalaupun diakui eksistensinya tidak dianggap sebagai
beradab. Kala itu patokan beradab atau tidak merupakan hal penting.
Peradaban dilihat apakah setara dengan negara-negara Eropa atau tidak.
Bila tidak maka dianggap sebagai tidak beradab. Pada saat masyarakat
Eropa melakukan ekspansi diluar dataran Eropa dan bermukim serta
meluaskan pengaruhnya di berbagai dataran di kontinen Amerika, Asia
dan Australia mereka membawa serta hukum internasional. Hukum
internasional digunakan untuk menyelesaikan sengketa antar negara
Eropa meskipun obyek sengketa berada di luar Eropa. Ini bisa terjadi
karena berbagai wilayah di luar dataran Eropa dimukimi oleh orang
Eropa ataupun yang dikuasai oleh negara Eropa.
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, dunia mengalami perubahan
peta politik yang sangat mendasar. Negara-negara yang dijajah oleh
Eropa yang kebanyakan berada di benua Asia dan Afrika banyak yang
memerdekan diri maupun dimerdekakan oleh negara-negara Eropa.
Fenomena ini disebut sebagai proses dekolonisasi. Banyaknya jumlah
negara yang merdeka membuat hukum internasional semakin penting.
Namun hukum internasional yang dianut oleh banyak negara masih
merupakan produk negara-negara Eropa. Kenyataan ini terjadi karena
hukum tidak mungkin diubah dalam satu malam. Sebagai contoh
Indonesia ketika memperoleh kemerdekaannya tidak bisa mengubah
dalam waktu yang singkat hukum peninggalan pemerintah kolonial
Belanda meskipun ada keinginan kuat untuk itu. Hingga sekarang pun
banyak aturan peninggalan hukum Belanda seperti Kitab Undang-
undang Hukum Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan
banyak lagi.
Warna hukum internasional masih dominan digunakan sebagai
alat politik oleh Negara Eropa yang saat ini lebih dikenal dengan
sebutan Negara Maju atau Negara Industri terhadap negara-negara
berkembang di Asia maupun Afrika. Ini yang mengakibatkan
langgengnya hukum internasional yang berorientasi pada Negara Eropa
dan Maju. Bahasan ini bertitik tolak pada fungsi hukum internasional
yang tidak konvensional. Secara konvensional sebagaimana diuraikan
dalam konteks ilmu hukum pada berbagai buku teks, hukum
internasional dipahami sebagai suatu aturan atau kaedah yang berlaku
bagi subyeknya. Fungsi tersebut sebenarnya merupakan salah satu
dari berbagai fungsi hukum internasional. Fungsi lain dari hukum
internasional yang digunakan dalam pembahasan buku ini adalah
sebagai instrumen yang digunakan oleh pemerintahan suatu negara
untuk mencapai tujuan nasionalnya (international law as instrument of
national policy). Perspektif ini penting untuk membangun kesadaran
bahwa hukum internasional tidak seperti apa yang dibaca selama
ini dalam buku teks yang ditulis oleh para penulis ternama dari
negara-negara Eropa atau Maju. Kesadaran ini mudah-mudahan akan
mendorong agar hukum internasional dapat diberi warna sehingga
mencerminkan nilai-nilai yang ada di dunia.
Kerjasama dalam berbagai bidang semakin berkembang dan
permasalahannya semakin kompleks. Latar belakang dari sisi kondisi
ekonomi, sosial, budaya, dan kekuatan teknologi dari masing-masing
negara yang berbeda, terkadang menjadi sumber permasalahan.
Harus diakui bahwa secara faktual terdapat ketimpangan antar negara.
Ketimpangan terjadi dalam berbagai bidang yang berujung pada
pelabelan negara maju, negara berkembang dan negara miskin. Kondisi
ketimpangan ini membuat keberadaan hubungan antar negara menjadi
tidak setara. Dominasi negara-negara maju secara mudah dapat
diamati dalam berbagai kesempatan, terlebih dalam konteks hubungan
perdagangan bebas.
Oleh karenanya, kehadiran Hukum Internasional menjadi
penting dalam kondisi ketimpangan antar negara yang demikian itu.
Dihadapan hukum internasional, baik negara maju, berkembang dan
maupun negara miskin mempunyai kedudukan yang sederajat. Hukum
internasional juga menempatkan tidak sebagai instrumen yang berada
diatasnya negara-negara, akan tetapi justru Hukum Internasional ini
terlahir ketika negara-negara yang berdaulat tersebut berkehendak
yang dituangkan kedalam sebuah dokumen kesepakatan. Harapannya,
hukum internasional dapat mencegah tindakan kesewenang-wenangan
antar negara dan dapat memberikan perlindungan bagi negara yang
lemah dalam hubungan di masyarakat internasional. Ketika terjadi
permasalahan yang timbul akibat dari interkkasi atau hubungan antar
negara, maka diharapkan juga dapat diselesaikan melalui mekanisme
penyelesaian yang telah diatur dalam hukum internasional.
Fauzin, S.H., LL.M
Dosen di Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura