Cinta Seorang Ibu Sambung

Badanku basah semua. Sebuah ember yang terpasang di atas pintu depan kamarku menyiram tubuhku. Ember tersebut dihubungkan dengan sebuah tali ke bagian samping.

“Hahahaha.”

Semua bersorak kegirangan melihat kondisi tubuhku yang basah. Aku menghela napas panjang, mencoba untuk bersabar atas kelakuan anak-anak sambungku.

Baru sebulan aku menjadi ibu buat mereka. Aku seorang gadis berumur, harus menikah dengan seorang duda yang memiliki anak empat.

Tadinya aku tak mau menuruti apa kata orang tuaku. Namun, mereka meyakinkanku kalau Mas Tama seorang lelaki yang baik. Usia kami terpaut hanya lima tahun, aku 34 tahun, suamiku 39 tahun.

Orang tua kami berteman, mereka menjodohkan kami setelah Mas Tama bercerai dengan istrinya.

“Yah, kok nggak marah sih? Biasanya ibu tiri suka marah-marah,” ucap Mia anak keduaku berumur 10 tahun.

“Iya, nggak enak ih. Palingan dia Cuma pura-pura baik. Bisa-bisa bentar lagi, kita bakal disate kalau lengah,” sambung si sulung Tian yang berumur 12 tahun.

“Lucu ya semua basah, mau dong ikutan! Hahaha,” sambung Angga anak tiriku yang ketiga. Dia berumur 8 tahun.