Sebulan berlalu, dan Lia jadi bayangan yang nggak bisa Raka lepaskan—mereka ketemu di taman, di kafe, bahkan di kosan sempit Raka, berbagi pelukan dan petikan gitar di malam yang dingin. Tapi ada sesuatu yang aneh—Lia manis, hangat, tapi jauh, kayak orang yang cuma numpang di hidup Raka. Dia bilang, “Jalani aja dulu,” tiap Raka tanya soal mereka, dan Raka nggak ngerti—apa dia cuma main-main, atau ada luka yang dia sembunyiin di balik senyumnya? Kenapa dia kasih Raka segalanya, tapi nggak pernah kasih hatinya?
Malam di tenda kemping jadi titik balik—Lia tarik Raka ke dalam pelukan yang penuh gairah, dan darah perawannya netes ke sleeping bag, bikin Raka bingung dan takut. Dia pikir, cewek nggak bakal kasih pertama kalinya ke cowok yang nggak dia sayang, tapi Lia cuma bilang, “Ini cuma malam ini, ya?” Tiga bulan berikutnya, mereka tinggal bareng, berbagi kasur, lagu, dan kehangatan yang Raka pikir nyata. Tapi kenapa Lia tiba-tiba menghilang setelah lulus, ninggalin Raka sama gitarnya dan pertanyaan yang nggak terjawab?
Enam bulan kemudian, Raka ketemu Lia lagi, secara tak sengaja, di kafe yang jauh dari tempat biasanya. Dia duduk bareng cowok lain, Ardi, yang dia kenalin sebagai tunangannya, dan dengan santai minta Raka nyanyi di pernikahannya. Raka hancur, tapi dia setuju—kenapa dia nggak bisa nolak, meski dia tahu Lia udah jadi milik orang lain? Apa yang bikin Lia bisa ketawa bareng Ardi, pegang tangannya, dan pura-pura Raka cuma penyanyi biasa, padahal mereka pernah berbagi tiga bulan yang terlalu manis?
Di pesta pernikahan itu, Raka naik panggung, petik “Terlalu Manis” dari Slank, dan nyanyi dengan suara yang pecah, penuh air mata—“Terlalu manis untuk dilupakaaan, walau kita memang tak saling cinta…” Lia duduk di meja utama, air matanya netes diam-diam, tapi dia nggak bilang apa-apa. Apa yang bikin dia nangis, padahal dia yang ninggalin Raka? Apa rahasia yang dia sembunyiin dari Ardi, dari Raka, dari dirinya sendiri? Dan kenapa, di balik petikan gitar yang nyanyi luka, mereka berdua tahu bahwa kenangan itu nggak akan pernah bener-bener pergi?
***
Kuambil gitar dan mulai memainkan
Lagu yang biasa kita nyanyikan
Tapi tak sepatah kata yang terucap
Hanya ingatan yang ada di kepala
Hari berganti angin tetap berhambus
Cuaca berubah daun-daun tetap tumbuh
Kata hatiku pun tak pernah berubah
Berjalan dengan apa adanya
Di malam yang dingin dan gelap sepi
benakku melayang pada kisah kita
Terlalu manis untuk dilupakan
Kenangan yang indah bersamamu
Tinggalah mimpi
Terlalu manis untuk dilupakan
Walau kita memang tak saling cinta
Tak kan terjadi ... (diantara kita)
Contents:
Aku dan Gadis di Kafe—1
Bayangan yang Menggoda—11
Kemping: Malam yang Merenggut—23
Tiga Bulan Gantung: Pelarian yang Manis—35
Pertemuan Tak Sengaja: Hancur Lebur di Kafe—47
Pesta Pernikahan: Air Mata di Balik Lagu—69